Kamis, 28 Juni 2012

MASA-MASA SEKOLAH (Part Two)


Part Two – SD Kelas 1A, 2A, dan 3A

Aku memasuki SD, sebagai anak yang memiliki kemampuan lebih. Kalau saja SD-ku waktu itu punya program akselerasi, aku sudah pasti masuk kelas itu. Saat kelas satu, aku terbiasa baca buku pelajaran kelas dua dan tiga punya kakakku. Terutama matematika, saat yang lain pusing ngerjain aritmatika satu digit, saya sudah memulai aritmatika hingga ribuan, bahkan puluhribuan.

Tapi anak cerdas di kelas selalu bermasalah. Nilaiku ujian harianku selalu bagus, antara 9 atau 10 dari range 1-10, tapi aku tak pernah masuk rangking. Ibuku sampe heran “ini yang rangking satu nilainya kayak apa sih..?? sampai 11 gitu..??” ya walau ada alasannya kenapa aku gak pernah dapet rangking kelas 1 – 2 gitu. Aku cukup nakal, dan karena itu, wali kelasku yang namanya Ibu Rolingah, gak pernah ngasih rangking ke aku, karena saat aku kecil dia sudah cukup tua, dan beliau sangat tidak suka anak nakal.

Dulu di kelasku ada kebijakan tiap anak berganti-ganti pasangan duduk di meja yang sama. Karena satu meja kelas ditempatin dua kursi dan dua anak tentu saja. Pasangan duduk akan diganti tiap minggu. Hari pertama aku dipasangkan dengan anak yang besarnya setara denganku, dan aku langsung membuat masalah. Aku membuatnya menangis. Besoknya aku langsung diganti dengan anak yang lebih besar, harapannya agar aku sedikit takut? Oh, tidak bisa! Aku tetap membuatnya menangis.

Hari ketiga aku dipasangkan dengan anak terbesar di kelasku, aku masih ingat namanya Sidiq, Sidiq Rahmatullah. Malam sebelumnya aku nonton episode kera sakti yang ada adegan dia mukul kepala musuhnya dengan tongkat saktinya. Pada akhirnya aku mempraktekan adegan itu sama persis, dengan sedikit meloncat, pake penggaris kayu satu meter, ke kepala anak itu. terang saja, mau badannya gede langsung nangis gak karuan.

Akhirnya aku dihukum dengan tidak dapat pasangan duduk untuk seterusnya, dan aku duduk sendiri di pojok kelas. Tentu saja aku cuek dengan hal itu, artinya aku punya banyak waktu sendiri mengerjakan soal matematika dan lainnya degan lebih tenang dan cepat.

Hal lain yang sering kulakukan ketika bosan di kelas yang tempo pengajarannya lambat adalah keliling kelas dengan membawa senjata tajam. Rasanya keren sekali memainkan cutter di tanganku dan meneror seisi kelas. Tersayat atau teriris aku sudah pernah beberapa kali, bahkan ada yang bekas lukanya masih ada sampai aku menulis catatan ini.

Mungkin di masa-masa itu bakat anti-sosialku mulai tumbuh. Aku suka sibuk sendiri dengan buku yang bukan untuk umurku (zoologi, biologi, paket pelajaran kelas lebih tinggi, sejarah ilmu pengetahuan, dan lain-lain). Aku lebih suka bila Bapakku yang pulang dari luar kota memberiku oleh-oleh buku atau VCD dokumenter baru tentang ilmu pengetahuan. Aku kurang suka mainan waktu itu.

VCD favoritku bukan Tom & Jerry, tapi bagaimana planet dan alam semesta tercipta. Bukan serial Power Rangers tapi liputan kehidupan semut di alam liar. Saat aku asyik menonton VCD-VCD itu di rumah, dan biasanya hanya aku yang betah nonton film itu sampai selesai. Orang lain di rumah cuma sebentar lalu pergi atau tertidur.

Aku lebih tertarik dengan buku-bukuku di rumah dibanding main dengan anak-anak tetangga sekitar kampungku. Tentu saja karena dulu aku beranggapan mereka cukup kumuh dan tak higienis, kemana-mana mainnya gak pake sandal lagi.

Wali kelasku diganti saat kelas 3A dengan orang yang lebih objektif. Akhirnya aku mendapatkan rangking dua sekelas, potensiku sebenarnya. Tapi aku jadi tersadar, ada orang yang lebih tinggi rangkingnya dibanding aku, si rangking satu.

Dia seorang anak perempuan yang akan selalu satu kelas denganku hingga kelas 6 SD. Rival akademikku bahkan sampai lulus SMA, karena dia selalu satu sekolah denganku. Dia juga yang selalu membuat ibuku bertanya, “emang dia dapetnya berapa?” saat aku menunjukkan nilai ujianku yang 8 atau 9 dengan bangga. Aku memang punya satu kelemahan dibanding dengan dirinya, dia lebih rajin, dan itu yang membuatku sulit mendapatkan rangking satu.

Namanya Dinar W.P.

to be continued...

Part Three – SD Kelas 4B, 5B, dan 6C
Part Four – SMP Kelas 1 Putra dan 2 Putra
Part Five – SMP Kelas 3 Putra
Part Six – SMA Kelas X5 dan Kelas XI-IA7
Part Seven – SMA Kelas XII-IA7
Epilog

Minggu, 24 Juni 2012

MASA-MASA SEKOLAH


Prolog

Sejak kecil sebelum masa-masa sekolah, aku sudah pingin masuk sekolah. Karena di masa kecil ketika aku jalan-jalan di sekitar rumahku dengan orangtuaku, aku seringkali beristirahat di sebuah sekolah dasar negeri inpres. Selain itu, aku sering diajak ayahku yang seorang dosen, ke laboratorium zoologinya.

Dampaknya pernah suatu hari aku rewel minta ke sekolah. Akhirnya aku di ajak ke SD Inpres dekat rumah itu.

Ketika sudah masuk ruang kelasnya, kesan yang kudapat adalah, kumuh dan terbelakang. Anak-anak SD kampung itu (rumahku dulu di daerah sub-urban) memiliki bau yang gak enak, ruang kelas yang tak representatif, kepala botak semua memandang ke arahku, dan tak tampak seperti anak-anak sekolah pintar yang sering juga ku lihat di TVRI.

Sejak saat itu, saat aku dibawa ke sebuah kelas SD Inpres yang mengecewakanku, aku berhenti rewel meminta masuk sekolah.

Part One – TK

Dulu waktu aku kecil, aku sudah terlahir cerdas. Aku kira demikian, karena itu yang sampai di telingaku dari orangtuaku dan teman-teman orangtuaku. Ya, kita hiraukan kemungkinan tidak benarnya dan subyektivitasnya, cuma saya kira dengan melihat aku yang sekarang, hal itu adalah sebuah fakta.

Sebelum masuk TK, aku sudah bisa baca, dan aku bangga akan hal itu, hahahaha….
Tapi hal itu berakibat lain, anak terlalu cerdas di masa kecil, cenderung bermasalah…
Ketika aku di ruang kelas, aku benar-benar bosan dengan semua pelajarannya.

Menulis mengikuti alur huruf? Ayolah aku bisa lebih daripada ini…

Latihan membaca huruf? aku sudah bisa baca koran...

Menyanyi dengan ceria? Kayak gak ada kerjaan liriknya itu-itu aja…

Menjahit di atas kertas yang lubangnya besar-besar? Dibilangin jarumnya berbahaya tiap 5 menit, emang siapa anak bodoh yang mau ngelemparin jarum di ruang kelas Bu Guru..??

Dan saat-saat bosan itu aku selalu memandang keluar jendela, dan melihat kelas sebelah yang sepertinya lebih diistimewakan. Mungkin karena mereka besar-besar badannya dan lebih kuat, mereka sering latihan drumband (dan ku kira otak mereka pasti pas-pasan).

Aku jadi iri, dan ingin sekali main drumband. Hanya itu harapanku setiap kali berangkat ke TK yang pelajarannya membosankan. Dapat giliran main drumband.

Sampai suatu hari, seorang anak turunan arab (rasis dari kecil) menjahiliku dan melukai kaki paha kiriku sampai berwarna biru selama 3 hari dan mengharuskan aku istirahat seminggu. Peristiwa ini karena kita bermain jungkat-jungkit rusak dan dia memainkannya dengan brutal.

Yang lebih buruk lagi, kelasku dapat giliran main drumband sekali, dan hari itu ketika aku tidak masuk sekolah. Aku tahu hal ini ketika aku diantar ke sekolah oleh orangtuaku untuk memberi tahu guru kenapa aku tak masuk sampai 3 hari. Saat itu aku lihat teman-teman sekelasku sedang memainkan drumband..!!!

Sejak saat itu aku menyalahkannya pada anak arab yang menyebabkan aku tak bisa main drumband sepanjang sekolah di TK. Itulah rasa benci yang pertama kali kurasakan. Aku berniat membalas dendam padanya, namun tak menemukan caranya. Rasa benci ini aku masih ingat kebawa sampai SD. Ketika aku ketemu anak arab yang mirip dengannya, aku selalu ingin marah.

Setelah saat itu, aku yang mungkin dulu dianggap kecil di TK, mulai nakal dan mengganggu teman-teman sekolahku di SD. Selain karena ada alasan-alasan lain.

(well, cerita ini bukan bermaksud rasis loh…)

to be continued... 

Part Two – SD Kelas 1A, 2A, dan 3A
Part Three – SD Kelas 4B, 5B, dan 6C
Part Four – SMP Kelas 1 Putra dan 2 Putra
Part Five – SMP Kelas 3 Putra
Part Six – SMA Kelas X5 dan Kelas XI-IA7
Part Seven – SMA Kelas XII-IA7
Epilog

ABSTRAK SKRIPSI


PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK BUAH PARE AYAM
(Momordica charantia L.) YANG LARUT ETANOL DAN SUSPENSI UNDUR-UNDUR (Larva Myrmeleon) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA TIKUS RESISTEN INSULIN

Muhammad Zahrul Mujahid
(08/268386/FA/08139)

INTISARI

Diabetes melitus merupakan kumpulan kelainan metabolik yang dikarakterisasi oleh hiperglikemia, dan komplikasi yang unik dengan berbagai ciri-ciri yang mungkin timbul. Resistensi  insulin  adalah kondisi klinis dengan kemunduran potensi  insulin yang identik dengan diabetes tipe-2. Pada beberapa penelitian terbukti bahwa buah pare memiliki efek hipoglikemik dan digunakan pada pengobatan diabetes. Undur-undur juga dikonsumsi sebagian masyarakat sebagai terapi diabetes. Penelitian ini menguji aktivitas hipoglikemik kombinasi ekstrak buah pare ayam yang larut etanol dan suspensi undur-undur.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental murni sederhana dengan pretest-posttest control group design. Induksi resisten insulin dilakukan dengan injeksi intra peritonial insulin human long acting 0,5 IU/kg BB tiga kali sehari selama 15 hari. Uji utama menggunakan 24 ekor tikus Wistar dalam 6 kelompok yang telah diinduksi insulin. Kelompok I (kontrol) tidak diberi perlakuan senyawa uji, kelompok II (pembanding) diberi glibenklamid, kelompok III (kontrol positif) diberi metformin, kelompok IV (kombinasi 1) diberikan ekstrak buah pare ayam yang larut etanol dan suspensi undur-undur dengan perbandingan 50:50, kelompok V (kombinasi 2) dengan perbandingan 75:25, dan kelompok VI (kombinasi 3) dengan perbandingan 25:75.
Daya hipoglikemik kombinasi 1 sebesar 15,69%, kombinasi 2 sebesar 23,94%, dan kombinasi 3 sebesar 20,38%. Daya hipoglikemik metformin sebesar 39,29% dan pada glibenklamid sebesar 7,93%.

Kata kunci: diabetes mellitus, resistensi insulin, buah pare ayam, undur-undur

Jumat, 22 Juni 2012

Diary 22 Juni 2012


Dear Diary
Long time,, it's had been very long time I haven't communicate with you
Aku tak menyangka ada suatu hal yang bisa begitu menyita pikiran dan waktuku
Melebihi seorang perempuan yang sedang aku cintai misalnya

Ya tak perlu ditanyakan lagi
He is the one,,SKRIPSIKU

Syukurlah bahwa hal itu sudah selesai
Walau tak berakhir spesial, karena dapat nilai B
Tapi aku tak memikirkannya lagi, I'm just being pragmatic…
Semua sudah selesai dan semoga semua berhikmah kedepannya

Skripsiku kupersembahkan untuk Ibu, Bapak, dan Saudaraku
Jika mereka sudah sangat bahagia karena aku selesaikan semuanya
Aku tak punya alasan untuk mempermasalahkan apapun lagi
Paling hanya beberapa teman yang penasaran, bukan aku...

Selama aku absen menulis di tempat ini
Ada banyak hal yang ingin kuceritakan
Sampai aku tak tahu harus mulai darimana…

Yang jelas mungkin aku hanya mencatat hal-hal unik, mengesankan, dan penting
Jika tulisan ini berguna pada suatu hari nanti
Saat aku akan membacanya kembali…

Tentang keluarga, diriku, teman-temanku, dan temanku yang kuanggap spesial di hatiku…
Hehehehe….

(to be continued, but just written in my password-protected-diary-files)

Kamis, 14 Juni 2012

Momen Absurd

Anda akan berada dalam posisi cukup sulit jika sedang berada pada fase mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi.

 Dosen selalu benar, dan ketika sekali-kali dosen salah maka balik ke pernyataan awal. Well, yang mau saya sampaikan di sini sebuah momen absurd ketika sedang menunggu seorang Penguji untuk membicarakan revisi. Tentu saja setelah pendadaran (baca pembantaian) selesai dilakukan. Dosen yang satu ini termasuk senior, berkelas, mantan rektor UAD, jelas kelasnya beda.

 Sembari menunggu ada mahasiswa S3 dan seorang mahasiswa S1 dari Malaysia yang mengantri lebih dulu. Ketika mahasiswa S3 sudah masuk untuk konsultasi aku tanya dengan sopan ke mahasiswa Malaysia tersebut. Dia dari ras India sepertinya, tak heran karena ras utama di Malaysia kan Melayu, China, dan India karena itulah Malaysia menyebut diri mereka The Truly Asia...

Me   :Excuse me, are you waiting for him too..??
She   :Yes...
Me   :How long you have been waiting?
She   :brllmbrlllmmm.....
Me   :Sorry..??
She   :Jam Sebelas...
Me   :hahaha..okey...
She   :Pembimbing..??
Me   :No, emm...Penguji...
She   :Sudah pendadaran..??
Me   :I have...hehehe...

 dan kemudian dia pun masuk...

kenapa gak bilang dari tadi kalo bisa Indonesia..??
(Ruang Tunggu Lantai Dua, Unit V, Fakultas Farmasi, UGM, 11.30am)