Senin, 21 Februari 2011

CHANGE

Aku cukup yakin bahwa aku telah banyak berubah. Terkadang hal ini bisa membuatku sedikit bertanya, apakah saya benar-benar diri saya sekarang? Kadang bahkan saya membayangkan, aku tetap saya dan yang berubah itu kepribadian lain yang entah datang dari mana. Tapi walaupun begitu, aku tak berusaha menghilangkan perubahan yang ada, karena entah kenapa pula, aku yakin bahwa perubahan ini harus terjadi. Aku hanya merasa sedikit terlambat untuk membuat hidup lebih hidup.

Dimulai dari apa yang kupikirkan…

Kepribadianku yang lama tak pernah memusingkan sebuah lagu akan berlirik apa, terserah saja penyanyinya mencoba meneriakkan kata-kata bombastis bahasa mereka. Aku hanya peduli bagaimana mereka membawakan aransemen nadanya. Aku sama sekali tak peduli pada hal-hal berbau picisan dan terkesan berlebih-lebihan. Aku tak begitu mengerti kenapa orang suka sekali membaca novel, aku hanya suka science fiction, adventures, atau cerita misteri, itu saja.

Entah sejak kapan aku bisa mulai memperhatikan lirik semua lagu yang ada di playlistku, mencoba memahami cerita dibaliknya, dan berusaha mengerti apa maksudnya. Aku sadari aku dulu mungkin terlalu naif, dan aku mulai membaca hal-hal selain yang bersifat hanya imaginasi kekanakan, yang kuanggap perlu untuk pengembangan diriku. Aku bahkan pernah menulis “forgive me Stephenie,,I think I just could understand your second book recently....

Aku masih ingat dengan begitu sombongnya aku bisa menulis, “buat apa manusia menangis hanya untuk Harta, Tahta, Cinta, apalagi Cerita...dunia ini terlalu picisan dan tak terlalu berharga untuk membuat sedih manusia...” Entah atas dasar alasan apa dulu aku tak suka dan menganggap remeh hal-hal bernada picisan. Dan entah atas dasar apa pula aku menganggap teman-teman yang curhat atau bercerita gak penting tentang diri mereka pada orang lain hanya membuang-buang waktu saja. Mungkin karena memang aku belum melalui pengalaman apapun, aku cukup yakin bahwa orang yang mengaku sedang sakit hati hanya melebih-lebihkan perasaan mereka, silly imaginative pain.

Sekarang aku sadar, bahwa manusia bersedih itu wajar, dan aku mulai memahami kenapa orang banyak membiarkan sebuah kebocoran cairan asin pada matanya disaat-saat tertentu. Aku cukup kaget ketika temanku berkata “Kau sekarang koq jadi picisan ya?”, sebanyak itukah aku berubah? Kuakui aku memang banyak berubah, bahkan aku sekarang memahami kenapa orang suka sekali bercerita atau curhat, yang mungkin terlihat tidak membantu, namun paling tidak dengan menceritakannya separuh beban bisa terlepas, dan tak disimpan sendiri. I realize I should not be alone here. Aku telah melewati banyak hal, untuk pada akhirnya aku sadar untuk menulis “for years I thought that broken heart is only imaginative pain,,not a real one,,”, I realize, somehow this pain do exist, walau aku tak mengerti sebab molekulernya.

Angkuh mungkin adalah aku dulu, terlalu terpesona pada logikaku, aku menggunakannya pada semua pengalaman hidupku, dan keputusan tentang bahkan perasaanku dan sikapku. Jarang sekali aku menggunakan emosiku, yang lebih suka tak kupedulikan karena aku sama sekali tak percaya pada hal-hal bersifat emosional. Aku suka sekali membuat hatiku membeku saja, menganggap hal tersebut sungguh keren dan bersifat manusia dingin antagonis sebenarnya. Entah kenapa aku dulu punya anggapan bahwa suka atau mencintai seseorang adalah suatu kesalahan yang perlu dihilangkan, aku akui kadang aku punya emosi, tapi aku sangat lebih suka menahan atau tak menganggapnya ada. Sebuah cerita cinta padaku? Dahulu aku sama sekali tak menganggapnya penting dan bahkan mungkin tak seharusnya ada padaku. Arogan mungkin adalah aku dahulu.

Sekarang aku mulai sadar untuk menggunakan emosionalku, mencoba mengurangi porsi logika untuk memahami semuanya. Kadang tak semuanya bisa dilogikakan, “sekedar tersenyum dan orang lain membalasnya,mengucapkan salam dan berinteraksi penuh kehangatan,berbicara sebentar pada entah topik apa,,cukup membuatku sangat bahagia,,sosial manusia tak perlu terlalu di-logika-kan...”. Aku mulai menyadari bahwa membekukan hati sama sekali tak berguna, hanya membuat aku semakin dingin dan tak menyenangkan, dan aku mulai memahami bahwa menyukai seseorang itu sah-sah saja, asal tindak lanjutnya yang aku perhatikan dengan baik. Dan aku mulai menyadari bahwa, semua orang memang seharusnya mempunyai kisah indahnya masing-masing, entah bagaimana masing-masing mereka menghadapinya. The first defence of my arrogance is crumbling down...

Kemudian tentang diriku…

Aku masih ingat masa dimana aku suka sekali bermain antagonis. Masa ketika aku justru bangga ketika aku dianggap sebagai orang yang jahat, menyebalkan, tak peka, atau tak berperasaan. Aku bahkan gembira membuat orang lain kesal sampai batasnya. Masa ketika aku senang dengan kepribadian tertutup dan misterius. I love playing introvert, because little less detail others know about me, it will be much better. Pikiranku begitu sederhana dan cuek hingga seringkali merepotkan orang lain, dan aku tak peduli. Like I care, buat apa berpikir terlalu rumit? Time when I am just too strict with my own rules, and so afraid being lucifer of my own, even I want to play lucifer sometimes. Seringkali menganggap remeh remaja lain yang begitu sering memikirkan hal-hal umum dalam remaja yang kusebut sebagai hormonal changes effect yang sama sekali tak penting.

Entah kenapa hadir kepribadian yang berteriak dalam diri. Tak suka peranku yang kubuat antagonis, sisi yang tak terima kalau dibilang jahat, cuek, dan tak berperasaan. Sisi yang tak ingin bermain slytherin terlalu banyak. Aku jadi mulai khawatir bila terlalu banyak orang yang kubuat sebal. Entah sejak kapan aku menganggap bahwa menjadi introvert sama sekali tak menguntungkan, membuat aku berpikir bahwa jika kita mau peduli orang lain, sadar dan biarkan orang lain peduli dengan kita sendiri. “kadang kita juga perlu perhatiin orang yang perhatian dengan kita, jangan hanya kita tak peduli dengan orang lain, lalu menganggap semua orang tak peduli dengan anda”. Sejak kapan kepribadianku menjadi terbuka? Muncul sisi dimana aku malah suka berpikir terlalu rumit, walau merepotkan diri sendiri, tapi hal itu agar orang lain yang tak jadi repot. Recently I start to review my own rules, ridiculous one, which is no longer useful. I am playing lucifer sometimes finally. Dan sekarang ketika aku merasa begitu terlambat, untuk mengetahui hormonal changes effect cukup perlu untuk dilalui.

Lalu tentang bagaimana aku menganggap orang lain, ada…

Aku akui aku sangat buruk dalam berhadapan dengan orang lain. Karena tak ada yang pernah kupedulikan selain aku sendiri. Aku bahkan menganggap teman itu hanya sebatas fungsinya, sejauh mana mereka bisa berguna untukku. Aku mungkin akan memikirkan fungsiku untuk mereka, pertemanan hanya sebuah barter keuntungan yang saling menguntungkan. I just need my own, mereka berguna membantu bagiku, dan aku eksis sebagai orang yang dikenal, itu saja. Dan entah kenapa aku cukup yakin bahwa aku tak mempunyai teman terbaik, atau sahabat terbaik, mungkin karena anggapanku yang sangat egois tersebut. Akibatnya tentu saja aku sangat buruk dalam interaksi interpersonal, yang baru akui, belakangan ini.

Sekarang aku berusaha untuk memperbaiki hubunganku dengan teman-temanku, walau aku mungkin masih sangat buruk tapi aku masih mau belajar. Aku sadar bahwa aku butuh teman, manusia jelas tak bisa hidup sendiri. Dan teman ada bukan hanya karena bagaimana mereka bermanfaat untuk kita, namun adanya mereka di sekitar kita saja sudah cukup membuat hidup kita berarti, teman lebih dari sekedar aset. Aku mulai bisa memahami apa arti pertemanan dan sahabat yang akan selalu ada. Dan semoga aku bisa memperbaiki hubungan interpersonalku dengan orang-orang disekelilingku. “Memutuskan untuk bersikap bagaimana pada orang dengan keadaan tertentu pada suasana yang beragam sangat lebih susah daripada menentukan gugus karbonil akan bersifat bagaimana terhadap enolat pada suasana basa...!!!!

Hope that I always could be in progress to be more like human, not turn back ice cold, and move on better forward…in every aspect I could struggle…

2 komentar: